Monday, April 6, 2015

DETEKTIF M


Innalillahi wa innaillahi roji’un. Mungkin demikianlah yang kiranya pantas diucapkan atas pemberitaan-pemberitaan yang ada saat ini. Bila kita melihat layar kaca, khususnya program infotainment, kita akan disuguhkan pemberitaan kematian dua pelawak Indonesia, Olga Syahputra dan Mpok Nori. Mereka adalah pelawak ternama yang telah berjasa menghibur masyarakat Indonesia semasa hidupnya. Sementara itu, di media sosial, kita juga mendapatkan kabar yang tidak menyenangkan yaitu meninggalnya seorang mahasiswa dari universitas ternama di Indonesia. Semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah SWT. dan segala dosa yang telah diperbuatnya semasa hidup mendapatkan ampunan-Nya. Berita-berita tersebut seringkali menjadi pengingat dan sentilan besar untuk kita yang masih hidup, bahwasannya kematian itu pasti. Sementara itu, apa gerangan yang telah kita siapkan untuk menghadapinya?

Kali ini, saya tidak ingin membahas tausyiah ataupun menasehati kalian tentang kematian karena memang saya tidak memiliki kapasitas tentang hal tersebut. Akan tetapi, kali ini, saya ingin membahas tentang teman saya yang tiba-tiba terobsesi ingin menjadi seorang detektif atas kematian mahasiswa yang heboh di media sosial tersebut. Sebutlah ia sebagai detektif ‘M’. Saya berharap tulisan ini tidak menyinggung pihak manapun. Semoga.

Sejujurnya, saya tidak begitu update mengenai pemberitaan yang sedang terjadi hingga akhirnya pemberitaan tersebut menjadi topik pembicaraan teman-teman sepermainan saya. Begitupun dengan berita kematian mahasiswa tersebut. Kabar yang berhembus, mahasiswa tersebut meninggal karena bunuh diri di danau. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya pesan terakhir yang ditulis oleh almarhum dan ditinggalkan di kamar kosnya. Surat tersebut ditemukan oleh teman almarhum dan telah diserahkan kepada ayah almarhum. Alasan almarhum bunuh diri, menurut kabar, karena almarhum frustasi. Almarhum gagal ikut olimpiade dan prestasi akademinya pun menurun, padahal almarhum dapat dibilang sebagai seorang yang pintar. Sementara itu, masalah percintaan, pacar almarhum menyatakan bahwa hubungan mereka baik-baik saja, jadi kemungkinan bukan ini penyebabnya. Selain itu, bersamaan dengan ditemukannya jasad almarhum, ada beban (batu) yang diduga digunakan sebagai pemberat. Demikian, informasi yang saya terima dari detektif M atas pemantauannya terhadap berita-berita mahasiswa tersebut.

Terakhir, kata-kata dari detektif M, “Awalnya saya mengira bahwa kasus ini adalah kasus bunuh diri karena ditemukannya surat oleh almarhum. Akan tetapi, berbagai pertanyaan muncul di kepala saya, dan memunculkan pula keganjalan dari kasus ini. Akhirnya, saya mulai berpikir bahwa kasus ini merupakan kasus pembunuhan. Semakin saya mencari tahu dan berpikir, semakin muncul banyak pertanyaan, dan semua itu masih belom terjawab. Salam saya, detektif M.”

Semoga tulisan ini tidak dipandang negatif karena saya hanya ingin membagi pemikiran dari teman saya. Lepas dari semua tulisan ini, semoga almarhum sekalian di atas mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.

Saturday, April 4, 2015

FATAMORGANA



Dalam sebuah perjalanan
Dalam kesendirian
Bertemankan terik mentari
Bertemankan butiran pasir

Aku kehausan
Aku kelaparan
Aku kelelahan

Dari kejauhan
Ku lihat kesejukkan
Hijaunya pepohonan
Danau yang kebiruan

Aku berlari
Mencoba mendekati
Namun ia menjauh
Namun ia menghilang

Apa yang terjadi?
Aku sedang berhalusinasi?

Namun semua begitu nyata
Tapi semua menghilang
Namun aku percaya
Tapi semua hanya khayal

Akh, inikah fatamorgana?

Friday, April 3, 2015

LARI DAN SEMBUNYI



Aku ingin sembunyi
Lari dari keramaian
Berlindung pada kesepihan

Suasana menjadi gaduh
Ramai, penuh kebisingan

Suara telah memekakan telinga
Dan penglihatanku mulai memudar

Tubuhku lemas tak berdaya
Seketika aku jatuh
Seketika semua gelap
Hilang tak tersisa

Sadarkah aku?
Atau ini hanya halusinasi?

Aku ingin lari
Ke alam terbuka yang sepi
Mungkin ke padang yang luas
Mungkin ke hutan yang sunyi
Atau mungkin ke lautan yang gelap
Semua tak masalah
Asalkan aku sendiri
Asalkan jauh dari keramaian

Aku ingin lari
Aku ingin sembunyi
Dari keramaian, pada kesunyian
Lari dan sembunyi

MANUSIA DAN BINTANG



Bintang. Kita semua pasti pernah melihatnya. Sinarnya yang indah menghiasi gelapnya malam. Entah kenapa, aku merasa manusia mirip dengan bintang-bintang di angkasa sana. Manusia terlahir dengan berbagai potensinya masing-masing, sama halnya dengan bintang-bintang yang memiliki cahaya itu. Akan tetapi, dengan berbagai hal, tak semua bintang dapat dilihat dari bumi ini. Mungkin karena jaraknya yang terlalu jauh, mungkin karena cuaca yang tak bersahabat, atau mungkin cahayanya memang kalah dari bintang lainnya sehingga membuat orang tak meliriknya. Demikian halnya dengan manusia, pada dasarnya manusia memiliki potensi dan kekuatannya masing-masing. Namun, berbagai faktor akhirnya membuat potensinya tak terlihat. Mungkin tempat tinggalnya yang tak memungkinkan orang lain melihat potensinya, mungkin karena dia terlalu takut untuk menunjukkan potensinya, atau alasan lainnya yang terjadi.

Manusia dan bintang dibilang mirip tapi juga tak sama. Bintang mungkin hanya bisa pasrah meskipun tak terlihat tapi manusia, mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sendiri, mengasah potensi yang dimilikinya agar dapat dilihat oleh orang lain. Seperti halnya sekarang ini, orang-orang berlomba-lomba menampakkan dirinya. Tak ada yang salah dengan semua itu, selama cara yang mereka pakai benar. Tak perlu pula menjadi orang lain untuk dapat terlihat, hanya tunjukkan saja sinar yang kau miliki. Kini, terserah padamu, bagaimana cara menunjukkannya.

Wednesday, April 1, 2015

DEPANG



Hari ini, 23 Maret 2015, kami menjalankan perkuliahan di luar kelas. Kami diminta dosen untuk melakukan observasi di daerah Depang yang berada tidak jauh dari kampus kami. Berdasarkan hasil obesrvasi tersebut, kami mendapatkan penjelasan mengenai daerah Depang tersebut. Awalnya, Depang ini merupakan daerah proyek yang ditangani oleh Tommy Soeharto. Bahkan, tanahnya sudah sampai dipaku bumi namun tidak jadi karena tersangkut masalah yang berujung pada penangkapan Tommy Soeharto. Sekarang, daerah yang dipaku bumi tersebut dijadikan empang pemancingan.

Selain sebagai pemancingan, daerah Depang menjadi tempat tinggal warga yang hampir seluruhnya berasal dari luar kota. Sebagian besar warga tersebut bekerja sebagai pemulung, pekerjaan yang mungkin tidak pernah mereka harapkan ketika hendak tinggal di Jakarta. Mereka bekerja dari pagi hingga malam, hanya sebentar saja waktu yang mereka gunakan untuk beristirahat. Bahkan, anak-anak yang seharusnya duduk manis di bangku sekolah pun ikut bekerja sebagai pemulung.

Ketika kita memasuki kawasan tersebut, kita akan melihat rumah-rumah yang terbuat dari tripleks dan kardus. Jalanan tanah tak beraspal akan menjadi becek dan belok bila hujan mengguyur. Mereka memiliki sebuah mushollah yang bila Maghrib tiba penuh dengan anak-anak. Namun, kondisi airnya masih berbau. Mereka juga tidak memiliki saluran air yang baik sehingga, beberapa hari yang lalu, mereka telah berencana untuk memperbaiki saluran air tersebut.

Kesadaran warga atas kepemilikan tanah yang bukan merupakan haknya sering menimbulkan kekhawatiran pada diri mereka. Isu penggusuran pun telah menjadi hal yang biasa bagi mereka, demikian pula yang terjadi beberapa hari yang lalu. Siap tidak siap, bila itu terjadi maka mereka harus pindah meninggalkan tempat tersebut meskipun sampai sekarang, Alhamdulillah, isu tersebut tidak terjadi. Padahal, mereka membayar uang iuran atas nama keamanan setiap bulannya.

Lembaga daerah – RT dan RW – tidak berada di daerah mereka dan jarang berkunjung ke sana. Bantuan sembako murah dan sejenisnya tidak sampai pula kepada mereka. Sementara itu, di Depang sendiri tidak ada organisasi yang dapat menggerakkan semua itu, termasuk para pemudanya karena sibuk bekerja. Akan tetapi, setiap minggu, ada mahasiswa yang datang memberi bantuan untuk mendidik anak-anak di sana.